20.4.18

Sakinah Bersamamu

“Saya terima nikah dan kawinnya Bahjah Mardiah binti Zaimul Am dengan mas kawin tersebut dibayar tunai…”

Jumat, 22 Juli 2016 (17 Syawal 1437H)
Salah satu hari paling bersejarah dalam hidupku. 

Di hari itu kak Rahmat mengucapkan sebuah perjanjian berat dan kokoh, Mitsaqan Ghaliza. Perjanjian yang bukan hanya antara kak Rahmat dengan ayahku, namun juga sebuah perjanjian langsung dengan Allah. 

Saat Ijab Kabul terucap, langit Arsy-Nya seolah berguncang karena beratnya perjanjian dan tanggung jawab yang dibuatnya dihadapan Allah dengan disaksikan para malaikat yang diaminkan oleh seluruh hamba Allah yang menjadi saksi.

Memutuskan menikah diusia 22 tahun memang tidak mudah, merasa sama sekali belum cukup bekal ilmu untuk membangun rumah tangga. Menyatukan dua insan yang berbeda adalah hal yang sangat sulit namun tetap bisa dilakukan apabila masing-masing dari kita menahan ego. Sangat banyak hal yang masih harus dipelajari. 

Persiapan pernikahan yang hanya 2 bulan nyatanya sangat dipermudah Allah dan itu membuatku sangat bersyukur. Satu langkah kita mendekat maka seribu langkah Allah akan mendekat pada kita. Allah mempermudah setiap hambaNya yang ingin taat. Bisa dibilang, pernikahan ini adalah pernikahan yang minim dana. Kami berusaha untuk tidak meminjam pada bank karena tidak sanggup menanggung beban hutang dan riba setelah pesta pernikahan berlangsung. Allah Maha Baik, menghadirkan orang-orang baik yang meringankan semua ini. Untuk Fidia Kartika Sari, Kak Hijrianti dan semua yang sudah membantu, semoga Allah membalas kebaikan kalian, karena Allah sebaik-baik pemberi balasan.

Enam bulan pernikahan bagiku adalah fase terberat. Ya, pernikahan itu memang tidak mudah karena menikah adalah sebuah ibadah yang menyempurnakan separuh agama. Ketidakcocokan, salah paham, adu argument, perekonomian yang serba pas-pasan dan pertengkaran yang terjadi hampir setiap hari. Tapi dari setiap konflik/permasalahan yang terjadi membuat aku terus belajar bagaimana caranya dapat menerima semua kelebihan dan kekurangan pasangan, belajar untuk terus bersyukur dikondisi apapun sehingga dapat membangun rumah tangga yang dipenuhi dengan sakinah, mawadah warahmah.

Menikah itu tidak cukup dengan modal cinta, tapi yang terpenting adalah ilmu agama. Berusaha sebisa mungkin menjadikan pernikahan ini pernikahan yang mendekatkan kita kepada Allah serta membuat kita semakin cinta padaNya. Pernikahan yang membawa keberkahan dan berlanjut hingga ke JannahNya.

Aku akan berusaha menjadi istri yang taat pada suami, terus belajar bagaimana menjadi istri yang shalehah dan ibu yang baik bagi anak-anak kita kelak.

Semoga aku bisa menjadi bidadari surgamu didunia maupun diakhirat. 


Lots of love,
Bahjah Mardiah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar