“Kira-kira aku pantes nggak ya bersanding dengannya. Dia berilmu, sedangkan aku? Jauh dari berilmu.”
“Siapa?” aku mengalihkan pandangan langsung ke matanya.
“Kemarin ada yang ngelamar aku.”
“Hah! Terus-terus?”aku memburu.
“Aku belum berani ngasih jawaban.” Matanya meredup, ada ragu yang nggak bisa ditutupinya.
“Orangtuamu gimana?” aku makin penasaran.
“Mereka belum aku beri tahu,”katanya lagi.
“Lho, terus dia ngelamar lewat siapa?”
“Lewat chat Facebook, soalnya dia jauh di sebrang sana.”
“Heh!”Aku agak terkejut, walaupun aku
sering mendengar kalau banyak yang menikah karena bertemu lewat
facebook. Tapi kali ini menimpa sahabatku sendiri.
“Terus kamu tahu dia berilmu dari mana?”tanyaku lagi.
“Ya dari obrolan kita, dari
status-statusnya, dari Link-link yang sering dia share buat aku. Dia
juga anti pacaran sama kayak aku, cuma ya itu, kalo aku mau nerima aku
harus mau nunggu dia selesai kuliah dan kerja dulu.”
Alisku terpaut, resah dan bingung,”Kalo
dia memang masih mau nyelesain kuliah atau kerja dulu, kenapa
ngelamarnya sekarang? Lewat Facebook pula? Kenapa nggak langsung sama
orangtuamu?”
Dia mengangkat bahunya,”entahlah, tapi
aku sudah terlanjur memiliki perasaan dan berharap padanya. Cuma aku
nggak tahu harus bagaimana, mau diterima tapi nggak pasti, nggak
diterima aku terlanjur suka sama dia. Kriteriaku banget.”
Aku menghela nafas, aku juga bingung apa yang harus aku lakukan pada sahabatku ini.
***
Bukan cinta namanya kalau nggak bikin
bingung, nggak bikin galau, nggak bikin nyesek. Tapi pernah nggak sih ngerasain dilamar atau ngelamar lewat facebook?
Berjuta rasanya ketika ada seseorang
yang menyatakan ingin mengkhitbahmu meski lewat facebook, sms atau
telpon. Hanya saja ketika kamu dikhitbah, apakah kamu meyakini dia akan
menyikapi dengan serius atau hanya sebuah keinginan semata untuk
menghalalkan KEDEKATAN kalian?
Hati-hati! Kamu nggak pernah tahu
keseriusan seseorang sebelum dia datang kepada walimu, apalagi ada
embel-embel nanti datang ke orang tuamu setelah lulus kuliah atau
setelah dapat kerja. Lalu buat apa mengkhitbah kalau pada akhirnya dia
nggak yakin dengan kemampuannya sendiri, justru melibatkanmu dalam
penantian dan kegalauan. Bukankah hal ini menjadi jalan syetan untuk
membawamu mengikuti kemauannya?
Bila kamu memang menyukainya,
yakinkanlah dia untuk segera menemui orangtuamu tapi nggak dengan saling
merayu apalagi termakan rayuan dengan menyetujui proses tanpa ada wali
atau orangtua yang tahu. Kalau sampai itu terjadi apa bedanya dengan
pacaran, hanya nama saja yang berbeda.
Nggak ada yang bisa didapatkan dari
ketidakpastian selain rasa kecewa, tangis, dan galau. Jadi ketika dia
memang masih nggak yakin dengan waktu untuk bertemu dengan orangtuamu,
sudahlah… hentikan untuk berharap. Segera kembali berharap pada Allah
Azza Wa Jalla, biarkan Dia yang menunjukkan jalannya untukmu. Jika
memang kamu berjodoh dengannya, sekarang ataupun nanti dia akan tetap
menjadi pasanganmu, hanya saja dengan jalan yang pantas dan
diridhoi-Nya.
So, mulailah berbenah. Jangan tergoda
dengan status-status dari lawan jenismu, sms-sms yang nggak penting dari
lawan jenismu. Jangan sampai kamu membuka pintu syetan lalu dengan
tunduk kamu memasukinya. Pastikan, kamu membuka hati dan logikamu.
Terjebak dalam ketidakpastian cuma akan membuatmu nggak berdaya bahkan
jauh dari kebenaran yang ingin membuatmu kembali pada-Nya, atau kamu
dengan rela menjauh dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Percayalah, Allah selalu memberikan
jalan yang nggak pernah kamu sangka, jadi jangan pernah terjebak dari
jalan yang Allah jauhkan darimu. Cinta bukan hanya kata, ia seharusnya
berbuah surga bukan petaka.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. ath-Thalaq: 2-3)
sumber : http://www.bukanmuslimahbiasa.com/2012/10/plis-beri-aku-kepastian.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar